Tiga Daerah di Sumut Siap Terapkan Gerakan Bersama Tangani Covid-19

admin dirma
admin dirma
5 Min Read

MEDAN – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, mengajukan tiga daerah utama, yakni Kota Medan, Kota Binjai, dan Kabupaten Deliserdang, agar dalam waktu dekat menerapkan gerakan bersama penanganan Covid-19.

Gerakan bersama penanganan Covid-19 dimaksud meliputi pelaksanaan operasi masker, penyediaan tempat-tempat cuci tangan, dan penerapan physical distancing secara ketat.

“Tiga hal ini menjadi fokus utama untuk ketiga daerah,” kata Edy, saat memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Penanganan Covid-19 bersama Walikota Medan, Akhyatlr Nasution, Walikota Binjai, Muhammad Idaham, dan Bupati Deliserdang, Ashari Tambunan, di Pendopo Rumah Dinas Gubernur Sumatera Utara, Senin (11/05/2020).

Dijelaskannya, rencana penerapan gerakan bersama penanganan Covid-19 dikarenakan Kota Medan, Kota Binjai, dan Kabupaten Deliserdang, seperti tidak memiliki batas. Sebab arus mobilisasi sosial di ketiga daerah ini begitu masif dan jaraknya sangat berdekatan.

Di sisi lain, lanjut Edy, dilihat dari data persebaran Covid-19 di Sumatera Utara, nyatanya Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang, adalah daerah dengan jumlah pasien terpapar Covid-19 tertinggi dibanding daerah lainnya.

Hingga Senin, 11 Mei 2020, tercatat jumlah pasien positif Covid-19 di Kota Medan sebanyak 132 orang, dan pasien dalam pengawasan (PDP) 87 orang, dengan junlah pasien positif Covid-19 yang sembuh 35 orang dan meninggal dunia 13 orang.

Sedangkan untuk Kabupaten Deliserdang, terdapat sebanyak 20 pasien postiti Covid-19 dan 19 pasien dalam pengawasan, dengan jumlah pasien positid Covid-19 yang meninggal dunia sebanyak 4 orang.

“Dengan mengontrol ketat ketiga daerah ini, harapannya tentu saja jumlah kasus terinfeksi Covid-19 di Sumatera Utara dapat ditekan,” seru Edy.

Terkait pelaksanaannya, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan TNI/Polri, akan turutserta dengan ketiga daerah terkait, dalam hal penyediaan tempat-tempat cuci tangan dan pembagian masker secara gratis selama tiga hari, demi meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya memutus penyebaran covid-19.

“Harapan kita tidak ada lagi masyarakat tidak menggunakan masker ketika di luar rumah. Bila ada yang kedapatan tidak menggunakan masker akan diberi sanksi tegas dan tidak diperbolehkan berada di pasar, supermarket, jalan raya dan areal publik lainnya,” terang Edy.

Namun sasaran pelaksanaan gerakan brsama penanganan Covid-19 bjkan hanya reehadap masyarajat yang belum disiplin menerapkan protokol kesehatan, tetapi juga tempat makam dan lokasi hiburan yang tidak patih terhadap himbauan pememrintah.

“Kepada pengusaha-pengusaha cafe, tempat makan atau sejenisnya, diminta untuk tidak memfasilitasi orang-orang berkumpul atau berkerumun. Jika hal itu ditemukan, maka akan ada tindakan dan sanksi tegas,” seru Edy.

Menyikapi rencana itu, WaliKota Medan, Akhyar Nasution, mengaku pihaknya siap melaksanakan gerakan bersama penanganan Covid-19.

Menurutnya, saat ini Pemerintah Kota Medan sedang mengisolasi semua pasien positif Covid-19 dan juga pasien dalam pengawasan.

“Tidak ada perawatan di rumah. Semua yang positif Covid-19 maupun PDP, kita isolasi. Karena dilihat dari kluster pasien, ada sekitar 15 orang menularkan Covid-19 di keluarga intinya. Artinya, dia menelurkan satu hingga empat orang di keluarganya,” terang Akhyar.

Kesiapan serupa juga diungkapkan Walikota Binjai, Muhammad Idaham, dan Bupati Deliserdang, Ashari Tambunan. Mereka sangat setuju dan mendukung penuh gerakan bersama penanganan Cobid-19 di daerahnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Alwi Mujahit, berencana membagikan 1.000 masker per harinya kepada masyarakat, selama jangka waktu tiga hari berturut-turut di Kota Medan, Kota Binjai, dan Kabupaten Deliserdang.

Dakuinya, hal utama yang harus menjadi perhatian setiap daerah adalah menerapkan regulasi seperti yang telah dicanangkan di Kota Medan, melalui Peraturan Walikota (Perwal) Medan Nomor: 11 Tahun 2020.

Alwi menganggap, regulasi ini cukup efektif dalam menekan angka persebaran Covid-19ndi suatu daerah, karena memisahkan antara orang sakit dengan orang yang sehat.

Apalagi menurutnya objek karantina pada dasarnya adalah mereka yang mengalami sakit. Bukan seperti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dimana yang sehat juga harus mengkarantina diri.

Selain itu, kata Alwi, dari segi anggaran, kebijakan tersebut juga cukup efisien, dan tidak pula berdampak terlalu besar pada kondisi sosial masyarakat.

“Pola seperti ini merupakan pola pertama dalam penanganan Covid-19 di Indonesia, dan diharapkan menjadi contoh untuk daerah lain,” ujarnya. (zf)

Share this Article
Leave a comment